Pada zaman globalisasi Perkembangan ilmu teknologi dan informasi sudah meluas, semua bidang pendidikan sudah berbasih teknologi. Hal ini karena penggunaan teknologi sering dikaitkan dalam kehidupan sehari – hari dan  juga dunia pekerjaan. Dalam dunia pekerjaan banyak semua perusahaan menggunakan teknologi, khususnya dalam penggunaan komputer.

Dalam  hal ini, teknologi komputer menjadi salah satu teknologi yang dibutuhkan para pekerja dari kebanyakan golongan. Salah satunya untuk dosen / para pengajar di bidang psikologi. Komputer merupakan salah satu bentuk teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam melaksanakan kegiatan pengambilan /penyimpanan data khususnya untuk mengatasi permasalahan yang sering ditemukan psikolog-psikolog. Dengan begitu bantuan komputer  bagi para psikolog dapat memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada dan juga sebagai sumber mempelajari berbagai macam tes yang telah di adaptasi menjadi sebuah program untuk memudahkan penggunanya, salah satunya dosen psikologi. Sebagai tenaga pengajar/buruh sebagaimana pengajar dalam suatu kelas. Pengajaran ini dapat terjadi dalam bentuk program-program psikologi yang mampu membuat mahasiswa membuka diri tanpa harus berhadapan langsung dengan psikolog. Misalnya pada metode pembelajaran v-class yang tidak mengharuskan untuk bertatap muka. Satu kelebihan sistem komputer yang berfungsi sebagai pengajar adalah proses pengajaran dan pembelajaran dapat berlangsung secara individu. Bahkan di tingkat yang lebih ekstrim, komputer dapat diprogram dengan memasukkan ciri kepintaran dan kepribadian di dalamnya. Contohnya adalah dengan melakukan tes IST untuk intelegensi atau kepintaran dan tes EPPS untuk kepribadian.

TUGAS TEKNOLOGI INTERNET

Kemajuan pada bidang teknologi tiap suatu Bangsa berbeda-beda bergantung dari pandangan dari tiap-tiap masyarakatnya dalam memahami akan kehadiran internet pada sekarang ini. Selain itu pengenalan Internet kepada Anak-anak sejak dini juga salah satu faktor yang akan mempengaruhi maju tidaknya suatu Bangsa di masa depan. Diperkirakan Teknologi Informasi ini akan semakin berkembang dan akan banyak digunakan di masa depan. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sangat antusias untuk memperkenalkan Internet kepada Anak-anaknya guna menyambut masa depan. Berbagai macam Ilmu Pengetahuan yang berguna bagi perkembangan Anak dapat ditemukan di Internet. Akan tetapi di sisi lain, setiap perkembangan teknologi tidak luput dari dampak negatifnya. Karena itu semua sudah menjadi sunnahtullah.

Berikut ini Kami paparkan sedikit dampak positif dan dampak negatif internet bagi perkembangan Anak :
Dampak Positif

Memperkaya pengetahuan genarasi muda bangsa dalam meningkatkan mutu dan kualitas bangsa itu sendiri di mata Dunia.
Ilmu Pengetahuan Anak akan semakin luas karena berbagai macam Ilmu Pengetahuan ada di Internet.
Anak bisa berkenalan dengan Anak lain yang berbeda wilayah atau Negara sehingga kemampuan berkomunikasi dengan bahasa lain juga menjadi hal yang patut di banggakan, dan lain-lain.
Memudahkan siswa ataupun anak dalam mengerjakan tugas maupun mencari materi pelajaran di sekolah.
Menjadikan anak tidak ketinggalan akan teknologi yang semakin berkembang dari hari ke hari.
Dampak Negatif

Terdapat situs-situs dan permainan yang dapat menggangu perkembangan Si Anak seperti Pornografi, Permainan yang berbau kekerasan dan lainnya.
Kecanduan pada dunia Komputer dan Internet yang juga dapat mempengaruhi perkembangan Si Anak.
Kurangnya sosialisasi dengan orang terdekat karena kesukaannya akan bermain internet.

PENANGGULANGAN DAMPAK NEGATIF

Berikut ini adalah beberapa cara untuk menanggulangi dan memperkecil dampak negatif internet bagi Perkembangan Anak :

1. Pihak Orang Tua

Orang tua harus memperkenalkan Internet secara langsung kepada anaknya bukan orang lain. Perkenalan meliputi manfaat berinternet, cara penggunaannya, dll
Tempatkan Komputer pada ruang utama. Hal ini untuk memantau apa saja yang sedang dilakukan si anak saat Browsing.
Atur dan batasi waktu Anak untuk Browsing.
Memasang software untuk memblok situs-situs yang berbau negatif seperti situs Pornografi, Kekerasan, dan lain-lain yang berpengaruh pada perkembangan si anak itu sendiri.
Memilih permainan yang sesuai dengan umur si Anak.
2. Pihak Sekolah

Memberikan arahan situs – situs yang bermanfaat dan juga menarik untuk pendidikan Si Anak.
Menasehati bahwa situs-situs negatif itu sangat merusak perkembangan si Anak secara langsung.
Menegur dan memberikan hukuman (sanksi) yang tegas kepada siapa saja yang membuka situs-situs yang berbau negatif.
3. Pihak Masyarakat

Pemerintah, Lembaga teknologi, atau Komunitas teknologi harus cepat memberikan suatu solusi yang terbaik dalam penangggulangan dampak negatif yang akan mempengaruhi perkembangan Generasi Bangsa.
Sebaiknya penyedia usaha Warung Internet (Warnet) juga berperan aktif untuk mengurangi dampak negatif itu sendiri dengan cara memasang software pemblok situs-situs negatif dan memasang tempat browsing yang terbuka, tidak terlalu ditutup-tutupi.
Masyarakat juga sebaiknya membagi Warnet menjadi beberapa kelas, seperti warnet kelas dewasa dan dan warnet kelas remaja dan anak-anak.

 

 

Perbandingan Website Pribadi

FACEBOOK

  • Tampilan berwarna biru dan putih yang terkesan cerah
  • Cara login sangat mudah hanya memasukan kata sandi dan ID pengguna
  • Cara membuat FACEBOOK juga sangat mudah, cukup dengan memakai e-mail yang masih hidup
  • FACEBOOK memiliki fitur chatting yang memudahkan untuk bersosialisasi didunia maya

 

NIMBUZZ

  • Tampilan warna dominan berwarna oranye
  • Login dengan menggunakan ID dan password
  • Cara membuat ID nimbuzz dengan menggunakan e-mail yang masih aktif
  • Fiturnya yang paling utama dari nimbuzz adalah chatting, foto, webcam, call, message
  • Untuk menambah pertemanan cukup ribet karena harus mencari ID yang akan menjadi teman

Perbandingan E-mail Pribadi

YAHOO

  • Tampilan yahoo dominan berwarna putih dan ungu
  • Cara membuat yahoo cukup sulit karena sangat pribadi sekali jadi harus ada security question
  • Yahoo memiliki applikasi yang bernama yahoo messenger dengan fitur utama chatting dan webcam
  • Untuk menambah teman dengan memasukan e-mail teman yang ingin kita tambah

 

GOOGLE MAIL

  • Tampilannya kurang menarik karena hanya dominan berwarna putih
  • G mail tidak bisa webcam, tetapi bisa chatting
  • Untuk mengirim pesan e-mail lebih mudah menggunakan g-mail dari pada yahoo

 

Website Perusahaan PLN

  • Tampilan depan situs PLN putih dengan lambang PLN
  • Terdapat pilihan beranda, pelanggan, investor, media, supplier, tentang kami, dan unit PLN
  • Di situs PLN pelanggan dapat mengetahui rekening tagihan listrik dengan memasukan 12 digit rekening listrik
  • Terdapat juga berita-berita seputar dunia PLN
  • Terdapat juga call center untuk pelanggan PLN

Website Perusahaan PAM JAYA

  • Tampilan situs PAM JAYA berwarna-warni dengan gambar-gambar yang berkaitan dengan PAM JAYA
  • Terdapat menu pilihan Home, pengadaan barang dan jasa, dan contact PAM JAYA

 

http://www.pamjaya.co.id/home

http://terusbelajar.wordpress.com/2008/05/13/dampak-internet-bagi-perkembangan-anak/

http://www.pln.co.id/

www.yahoo.com

www.nimbuzz.com

 

 

1.  Apa itu Stress?
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stress dapat juga membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress yang dialami oleh karyawan tersebut (Handoko, 1997:201-202).
Adapun menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Jadi, stress dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.

2. Keterkaitan antara stress dengan Psikologi lingkungan?

Elemen-elemen lingkungan dapat mempengaruhi proses terjadinya ketidakseimbangan maupun keseimbangan dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. dalam keadaan seperti ini, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stres, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior dengan kata lain kaitan stress dengan lingkungan yaitu stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang mengancam yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya.

3. Apakah stress bisa mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan dan berikan contoh perilaku dalam kehidupan sehari-hari?

Stres bias sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari karena stress membuat seseorang menjadi di luar kendali dari dirinya yang membuat cara kerja menjadi berubah, efektifitas menjadi berkurang, hasil pekerjaan menjadi tidak maksimal yang berdampak sistemik pada lingkungan terdekat seperti keluarga dan teman.

Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari:

Seseorang yang pekerjaannya di daerah Jakarta sedangkan dia tinggal di Bekasi, setiap  hari dia harus berjibaku dengan kemacetan di Jakarta yang membuatnya menjadi telat pada saat tiba di kantornya. Pada titik jenuh maka ia akan merasakan kebosanan yang membuat emosinya meningkat karena hamper setiap hari dating telat kekantor dan kena sanksi dari atasannya, maka setiap hari juga tingkat stress yang ada dalam dirinya semakin meningkat yang disebabkan karena lingkungan kemacetan dijalan raya .

PRIVASI

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.

Beberapa definisi tentang privasi, yaitu :

  • · Rapoport (dalam Soesilo,1988)

Privasi adalah sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilahan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.

  • · Marshall

Privasi adalah Pilihan untuk menghindari diri dari keterlibatan dengan orang dan lingkungan sosial.

  • · Ibyo Hartono (1986)

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain.

  • · Altman (1975)

Privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.

Fungsi privasi menurut altman, yaitu :

1. Privasi adalah pengaruh dan pengontrolinteraksi interpersonal.

2. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain.

3. Memperjelas konsep diri dan identitas diri.

Faktor yang mempengaruhi privasi

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi privasi, yaitu:

1. Faktor Personal

Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.

2. Faktor Situasional

Penelitian Marshall (dalam Guilford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi didalam rumah antara lain di sebabkan oleh setting rumah. Setting rumah disini sangat berhubungan dengan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah.

3. Faktor Budaya

Hasil pengamatan Gifford (1987) di suatu desa di bagian selatan India, menunjukkan bahwa semua keluarga memiliki rumah yang sangat dekat satu dengan yang lain, sehingga akan sedikit privasi yang di perolehnya orang-orang desa tersebut merasa tidak betah bila berpisah dengan tetangganya.

Pengaruh privasi terhadap prilaku

· Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan social. Bila seseorang mendapatkan privasi seperti yang diinginkan maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.

· Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalam tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya orang yang terganngu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakan.

Privasi dalam konteks budaya

Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai ruang untuk berinteraksi secara terbatas atau sebaliknya secara berlebihan tetapi bukan fungsi untuk keduanya sekaligus. Seperti orang Jepang di dalam rumah dinding dapat dipindah-pindahkan ke dalam dan kekuar rumah. Satu area namun dapat difungsikan untuk makan, tidur, interaksi sosial dalam waktu yang berbeda.

B. PERSONAL SPACE (Ruang Personal)

Pengertian Ruang personal

Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991).

Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Somrner (dalam Altman, 1975) ruang personal add& daerah di sekeliling seseorang’ dengan batas-batas yang tidak jelas dirnana seseoriing ti& boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan nmng personal sebagai jarakldaerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.

Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain: Pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang : dengan orang lain. Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri. Ketiga, pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi. Keempat, ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, makadapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkanperkelahian. Kelima, ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.

Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal:

· Jarak intim, Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan.

· Jarak personal, Jarak yang menunjukkan perasaan masing – masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.

· Jarak sosial
, Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki.

· Jarak public,
Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga.

Ruang Personal dan Perbedaan Budaya

Dalam eksperimen Waston & Graves (dalam Gifford, 1987), yang mengadakan studi perbedaan budaya secara terinci, mereka menggunakan sampel kelompok siswa yang terdiri dari empat orang yang &mint:: dztang ke laboratorium. Siswa-siswa ini diberitahu bahwa mereka &an diamati, tetapi tanpa diberi petunjuk atau perintah. Kelompok pertarna terdiri dari orang-orang Arab dan kelompok lainnya terdiri dari orang Amerika. Rerata jarak interpersonal yang dipakai orang Arab kira-kira sepanjang dari perpanjangan tangannya. Sedangkan jarak interpersonal orang Amerika terlihat lebih jauh. Orang-orang Arab menyentuh satu sama lain lebih sering dan orientasinya lebih langsung. Umumnya orang Arab lebih dekat daripada orang Amerika.

Hall (dalam Altman, 1976) menggambarkan bahwa kebudayaan Arab memiliki pengindraan yang tinggi, di mana orang-orang berinteraksi dengan sangat dekat: hidung ke hidung, menghembuskan napas di muka orang lain, bersentuhan dan sebagainya. Kebudayaan Arab (juga Mediterania dan Latin) cenderung berorientasi kepada “kontak” dibandingkan dengan Eropa Utara dan Kebudayaan Barat. Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman, dan panas tubuh tampaknya merupakan ha1 yang lazim dalam “budaya kontak”.

Hall (dalam Altman, 1976) juga mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadap populasi yang padat. Keluarga-keluarga Jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat; seringkali tidur bersama-sama dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalam ruangnyang sama. Pengaturan taman, pemandangan dam, dan bengkel kerja merupakan bentuk dari kreativitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi yang saling pengaruh-mempengaruhi di antarasemuarasa yang ada, rnenunjukkan pentingnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

C. TERITORIALITAS

Pengertian Teritorialitas menurut Holahan (dalam Iskandar, 1999) teritoritas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan atau tempat yang di tempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemikirannya dan pertahanan dari segala serangan.

Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorialitas, yaitu :

1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat

2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu

3. Hak untuk mempertahankan diri dari ganggunan luar

4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis Sedangkan menurut Altman (1975), teritorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial.

Altman juga membagi territorialitas menjadi tiga, yaitu :

1. Teritorial Primer

Jenis tritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori uatam ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.

2. Teritorial Sekunder

Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Territorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritori sekunder adalah semi-publik.

3. Teritorial Umum

Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.

Teritorialitas dan Perbedaan Budaya

Setiap budaya memilki teritorialitas dan perbedaan budaya yang berbeda dan menimbulkan berbagai macam ciri khas tertentu. Akibat perbedaan budaya tersebut muncul teritorialitas. Sebagai contoh orang Jawa biasanya memberikan wejangan kepada anak-anaknya “kalau menikah harus dengan orang Jawa juga”. Dari kata-kata wejangan tersebut dapat dilihat orang Jawa memberi teritorialitasnya kepada anak-anaknya sebagai suatu batasan atau pertahanan ciri khas suatu budayanya.

KEPADATAN DAN KESESAKAN

Posted: March 24, 2011 in Psikologi Lingkungan

Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan

menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang.

Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat

memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di

dunia tidak terbatas.

Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di

dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara

(misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang

bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial

yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk

adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif

destruktif.

Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan

berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam

perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan

kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini

dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang

pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang.

Kepadatan mencakup banyak dimensi. Kepadatan tidak hanya mencakup

dimensi fisik seperti ukuran jumlah penduduk per wilayah atau jumlah orang per

rumah (kepadatan hunian dan kepadatan rumah) akan tetapi juga mengandung

aspek sosial, ekonomi, dan lain-lain.

Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi kepadatan perlu memperhatiakn

aspek lain di luar aspek fisik. Berbagai aspek tersebut terutama yang

menguntungkan kehidupan penduduk perlu dipertahankan sehingga kebiasaan dan

perilaku yang positif tetap dapat dipertahankan. Dengan demikian, identitas culturalpenduduk tetap terjaga, terutama tatanan sosial seperti misalnya interaksi sesama

penduduk, kebiasaan saling mengunjungi serta saling pinjam meminjam ada pada

upaya perbaikan pemukiman.

 

Di tinjau dari segi penduduk, terungkap bahwa rumah padat bagi penduduk

berarti rumah yang luasnya tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, serta tidak

ada tempat bermain atau halaman. Kriteria ini sesuai dengan kriteria yang dianut

para ahli, akan tetapi ukuran lain seperti jumlah orang yang tidur dalam satu kamar,

jumlah ruangan dalam kamar, jumlah WC per orang/rumah, jumlah anak balita per

tempat tidur, dan lain-lain ukuran yang berkaitan dengan jumlah fasilitas perumahan

dengan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai ukuran kepadatan oleh penduduk.

Oleh karenanya, penyuluhan tentang hal ini perlu ditingkatkan tidak hanya oleh

Dinas Kesehatan tetapi juga Dinas Perumahan dan pihak-pihak lain yang berkaitan

dengan jumlah fasilitas perumahan dan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai

ukuran kepadatan (Surjadi et al., 1996).

Sangatlah mengherankan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang,

dampak kepadatan yang berlebihan (overcrowding) terhadap kesehatan masih

belum banyak mendapat perhatian. Oleh Karena itu, pada tahun 1992, UNCHS

(habitat) minta kepada kelompok-kelompok konsultan internasional dan para peneliti

untuk meneliti dan mengidentifikasi hubungan timbal balik yang mendasar antara

kepadatan di dalam rumah (in-house crowding) dan kesehatan di daerah

perkampungan dengan masyarakat berpenghasilan rendah.

Analisa statistik dipusatkan pada identifikasi indikator-indikator kepadatan

yang bermakna (signifikan) untuk dampak kesehatan yang buruk (poor health

outcome), misalnya diare, batuk/demam (penyakit saluran pernapasan, dan berat

badan waktu lahir.

Parameter-parameter kepadatan, jumlah orang per ruangan (persons per

room) dan jumlah anak berusia di bawah lima tahun (balita) per ruang muncul

sebagai resiko yang bermakna untuk diare dan penyakit saluran pernapasan. Jumlah

orang per ruangan akan muncul terutama sebagai faktor risiko yang bermakna

dalam analisa multivariate bila dicari faktor resiko yang paling dominan.

Indikator kepadatan di dalam rumah, luas lantai (dalam m2) per orang atau

per anak balita juga muncul sebagai faktor resiko. Terlihat bahwa lantai rumah yang

kurang dari 10m2 per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk

diare maupun batuk/demam. Indikator kepadatan yang lain yang dianalisa adalah

jumlah orang jumlah balita per keluarga dan luas kamar tidur atau kepadatan di

dalam kamar tidur. Tidak satupun dari indikator kepadatan ini muncul sebagai faktor

resiko yang bermakna. Kurang lebih 20% dari keluarga yang diteliti bertempat

tinggal dalam satu unit rumah bersama dengan kegiatan komersial (commercial

activity). Menyiapkan makanan untuk rumah makan yang berskala kecil dan

menyablon kaos dapat merupakan faktor resiko (Cowi, 1996).

Petambahan penduduk yang eksplosif dan lajunya arus urbanisasi ini jelas

merupakan beban bagi perkotaan. Salah satu masalah yang timbul adalah masalah

penyediaan pemukiman bagi penduduk, karena kebutuhan akan pemukiman sudah

merupakan kebutuhan masyarakat di samping sandang dan pangan. Pertambahan

penduduk dan keterbatasan lahan untuk pemukiman di kota menimbulkan daerah

yang semakin padat. Dalam tinjauan psikologi lingkungan, maka pemukiman

penduduk perkotaan pada umumnya mempunyai dua ciri, yaitu kepadatan (density)

dan kesesakan (crowding) yang tinggi.

Proporsi luas tanah untuk rumah tempat tinggal penduduk kota yang semakin

sempit menyebabkan kepadatan yang tinggi dan ruang untuk keperluan-keperluan

individu dan kelompok juga semakin menyempit. Menurut Holahan (1982), kepadatan (density) adalah sejumlah individu pada setiap ruang atau wilayah.

Altman (1975) membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam dan kepadatan luar.

Kepadatan dalam berarti jumlah manusia dalam suatu ruangan, sedangkan

kepadatan luar berarti jumlah orang atau pemukiman di suatu wilayah. Dalam

hubungannya dengan kondisi psikologis penghunian rumah, kiranya apa yang

dikatakan oleh Holahan dan definisi kepadatan dalam dari Altman lebih bisa

diterapkan, dimana dalam setiap unit rumah dihuni oleh sejumlah orang.

Rumah merupakan lingkungan yang paling dekat dan penting bagi manusia

karena hampir setengah dari hidupnya dihabiskan di rumah (Awaldi, 1990). Parwati

(dalam Budiharjo, 1984) mengatakan bahwa fungsi rumah bagi orang hidup semakin

penting, di samping tempat berlindung, rumah juga berfungsi sebagai tempat

berlangsungnya proses dimana seorang individu diperkenalkan kepada nilai-nilai,

adat kebiasaan, yang berlaku dalam masyarakat, juga rumah berfungsi sebagai

tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

Mengingat pentingnya fungsi rumah sebaiknya rumah dapat dirasakan

sebagai suatu lingkungan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman

bagi penghuninya dan perlu dihindarkan rumah yang terlalu sempit. Penyempitan

ruang individual dalam rumah akan menimbulkan berbagai macam permasalahan

psikologis yang serius. Suasana tidak nyaman tersebut disebabkan oleh banyaknya

anggota keluarga yang menempati rumah tersebut, banyaknya orang yang berlalu

lalang di sekitar rumah, dan jarak antar rumah yang terlalu dekat, serta suara

biasing yang mengganggu terus menerus. Kondisi ini jelas akan merugikan

perkembangan psikologis anggota keluarga, terutama pada anak-anak dan remaja.

Selain masalah kepadatan, ciri kedua dari pemukiman kota adalah kesesakan.

Pengertian kesesakan (crowding) adalah perasaan subyektif individu terhadap

keterbatasan ruang yang ada (Holahan, 1982) atau perasaan subyektif karena

terlalu banyak orang lain di sekelilingnya (Gifford, 1987). Kesesakan muncul apabila

individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi subyektif keterbatasan

ruang, karena dibatasi oleh system konstruksi bangunan rumah dan terlalu

banyaknya stimulus yang tidak diinginkan dapat mengurangi kebebasan masingmasing

individu, serta interaksi antar individu semakin sering terjadi, tidak

terkendali, dan informasi yang diterima sulit dicerna (Cholidah et al., 1996)

Kepadatan memang dapat mengakibatkan kesesakan (crowding), tetapi

bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Setidaknya ada tiga

konsep yang dapat menjelaskan terjadinya kesesakan, yaitu teori information

overload, teori behavioral constraint, dan teori ecological model (Stokols dalam

Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Jain, 1987). Secara teoritis, ketiga

konsep tersebut dapat menjelaskan hubungan kepadatan fisik dengan kesesakan.

Kenyataan bahwa semakin padat suatu kawasan. Maka semakin banyak informasi

yang melintas di hadapan penghuni adalah dinamika yang tida terhindarkan. Bila

kemudian informasi tersebut melampaui batas kemampuan penerimaannya, maka

mulailah timbul masalah-masalah psikologis.

Semakin banyak penduduk dalam wilayah yang terbatas juga bisa

menyebabkan adanya constrain bagi individu dalam berperilaku sehari-hari. Konsep

ini berkaitan erat dengan pendekatan ekologis. Prinsipnya, ketika daya dukung

wilayah tidak mencukupi lagi maka lingkungan alam dan lingkungan sosial akan

saling terkait dalam menimbulkan masalah (Sulistyani et al., 1993).

Dalam suasana padat dan sesak, kondisi psikologis yang negatif mudah

timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stress dan

bermacam aktifitas sosial negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktifitas

sosial negatif yang dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak, antara lain : 1)

munculnya bermacam-macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres,

tekanan darah meningkat, psikosomatis, dan gangguan jiwa; 2) munculnya patologi

sosial, seperti kejahatan dan kenakalan remaja; 3) munculnya tingkah laku sosial

yang negatif, seperti agresi, menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong

(prososial), dan kecenderungan berprasangka; 4) menurunnya prestasi kerja dan

suasana hati yang cenderung murung (Holahan, 1982).

Menurut Baum et al.(dalam Evans, 1982), peristiwa atau tekanan yang

berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu dapat menyebabkan

stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya, maka

akan merasa tertekan dan terganggu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan

kebebasan individu merasa terancam sehingga mudah mengalami stres.

Kawasan padat dan sesak juga menyebabkan individu lebih selektif dalam

berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak begitu

dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak

diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini

memungkinkan menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain

(intensi prososial). Perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditujukan pada

orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan

tindakan tersebut. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan kerja sama,

membagi, menolong, kejujuran, dermawan serta mempertimbangkan kesejahteraan

orang lain (Mussen et al., 1979).

Perilaku prososial sangat penting artinya bagi kesiapan seseorang dalam

mengarungi kehidupan sosialnya. Karena dengan kemampuan prososial ini

seseorang akan lebih diterima dalam pergaulan dan akan dirasakan berarti

kehadirannya bagi orang lain (Cholidah, 1996).

Dalam pendekatan kognitif, pada teori psikologi lingkungan tentang rasa

sesak, Stanley Milgram (1970) menyimpulkan bahwa bila orang dihadapkan pada

stimulasi yang terlalu banyak, orang akan mengalami beban indera yang berlebihan

dan tidak akan dapat menghadapi semua stimulasi itu. Milgram yakin bahwa beban

indera yang berlebihan selalu bersifat tidak menyenangkan dan mengganggu

kemampuan seseorang untuk berfungsi secara tepat (Evans et al., 1996).

Ketika manusia dihadapkan pada situasi padat, yang dapat dipersepsikan

sebagai situasi yang mengancam eksistensinya, manusia melakukan adaptasi. Hal ini

berarti ada hubungan interaksionistis antara lingkungan dan manusia. Lingkungan

dapat mempengaruhi manusia, manusia juga dapat mempengaruhi manusia

(Holahan, 1982). Oleh karena bersifat saling mempengaruhi maka terdapat proses

adaptasi dari individu dalam menanggapi tekanak-tekanan yang berasal dari

lingkungan seperti yang dinyatakan oleh Sumarwoto (1991), bahwa individu dalam

batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan individu

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kemampuan adapatasi ini mempunyai

nilai untuk kelangsungan hidup.

Akibat Kepadatan dan Kesesakan

Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres

ini terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau menyukai

kesendirian. Menurut Gifford (1987, h. 179-183) Kesesakan yang dirasakan individu

dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:

a. Fisiologis dan kesehatan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat

berdampak pada fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut

jantung. Hasil penelitian D’Atri; Epstein, Woolfolk & Lehrer serta Evans, (dalam

Gifford, 1987, h.179) menyatakan bahwa kepadatan yang tinggi mempengaruhi

tekanan darah dan fungsi jantung. Evans meneliti subjek dengan jenis kelamin

berbeda yang di tempatkan dalam ruangan yang sempit dan lapang selama tiga

setengah jam, detak jantung dan tekanan darah responden diukur sebelum dan

setelah eksperimen, ternyata diperoleh data terjadinya peningkatan denyut jantung

dan tekanan darah dalam ruang dengan kepadatan yang tinggi, dibanding dengan

ruang yang lapang. Selain peningkatan tekanan darah dan detak jantung,

kesesakan yang dialami dapat menyebabkan penyakit fisik berupa psikosomatik

seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal bahkan kematian (Sarwono, 1995, h. 81)

b. Penampilan kerja

Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis

pekerjaan yang dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan

yang bersifat kompleks daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu

yang yakin mampu menyelesaikan tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap

dapat menampilkan performa kerja yang lebih baik daripada individu yang tidak

yakin dengan kemampuannya.

c. Interaksi sosial

Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni

ketertarikan sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non

verbal bahkan humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat

menimbulkan dampak sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial yang

menurun, agresifitas yang meningkat, menurunnya kerja sama dan penarikan diri

secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan dengan berbagai cara seperti

meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat pribadi dalam

perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan defens

atau mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara,

menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.

d. Perasaan / afeksi

Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti

kejengkelan dan ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan

keinginan atau terhambatnya tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak

orang. Emosi yang positif muncul apabila individu berhasil mengatasi rasa sesak

dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan secara efektif.

e. Kendali dan strategi penanggulangan masalah

Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun

informasi yang jelas dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu

individu memilih strategi penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi

kesesakan yang timbul akibat ruang yang padat. Kemampuan dalam

mengembangkan strategi penanggulangan masalah pada tiap individu berbedabeda

dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal yang pada akhirnya akan

membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan

kesesakan.

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesesakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan meliputi faktor individu, sosial dan

fisik (Gifford, 1987, h. 169-176) :

a. Faktor individu

Faktor individu terdiri atas kepribadian, minat dan harapan-harapan individu.

Faktor kepribadian meliputi kemampuan kontrol dalam diri individu. Kendali diri

internal yakni keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi lebih dipengaruhi oleh

diri individu sendiri dapat membantu individu menghadapi stres akibat kesesakan

yang dirasakan. Minat berkaitan dengan kecenderungan berafiliasi atau

bersosialisasi. Individu yang memiliki ketertarikan terhadap individu lain dalam

ruangan yang padat akan memiliki toleransi terhadap kesesakan yang lebih tinggi

daripada individu yang tidak memiliki kecenderungan untuk berafiliasi dengan

individu lain dalam ruang yang padat. Hal ini terlihat dalam penelitian Stuart

Miller, dkk (dalam Gifford, 1987, h. 169) pada tahun 1971 yang menyatakan

bahwa kecenderungan berafiliasi yang tinggi membantu individu menghadapi

kepadatan yang tinggi daripada ketika harus menghadapi kepadatan yang tinggi

seorang diri. Harapan atau prasangka juga mempengaruhi rasa sesak yang

dirasakan, individu yang berharap pertambahan orang baru hanya sedikit tidak

terlalu merasa sesak dibanding individu yang menyangka pertambahan orang baru

dalam ruangan akan lebih banyak dari keadaan sebenarnya. Selanjutnya

pengalaman pribadi akan mempengaruhi tingkat stres yang terjadi akibat

kepadatan yang tinggi. Individu yang telah terbiasa dengan situasi yang padat

akan lebih adaptif dan lebih bersikap toleran dalam menghadapi kepadatan dalam

situasi baru.

b. Faktor sosial

Faktor sosial antara lain kehadiran dan tingkah laku orang yang berjarak paling

dekat, koalisi yang terbentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan informasi yang

diterima individu berkaitan dengan kesesakan yang dirasakan. Hambatan terhadap

tujuan yang ingin dicapai dapat menimbulkan stres. Ketika kepadatan meningkat,

privasi menjadi menurun sehingga individu harus berpikir keras untuk

menghadapi situasi yang menekan, gangguan secara fisik meningkat dan

kemampuan kontrol dapat berkurang. Faktor sosial lain adalah kualitas hubungan

diantara individu yang harus berbagi ruang. Individu yang memiliki cara pandang

yang sama akan merasa cocok satu sama lain dan lebih mudah menghadapi situasi

yang padat, sementara informasi yang jelas dan akurat akan membantu individu

menghadapi kesesakan yang dialami.

c. Faktor fisik

Faktor fisik meliputi keadaan ruang, bangunan, lingkungan, kota, dan arsitektur

bangunan seperti ketinggian langit-langit, penataan perabot, penempatan jendela

dan pembagian ruang. Menurut penelitian Baum, dkk (dalam Gifford, 1987, h.

176) pada tahun 1978, koridor yang panjang menimbulkan rasa sesak juga

persaingan dan penarikan diri secara sosial, menurunkan kerja sama, dan

menimbulkan kontrol diri yang rendah.

3 Aspek kesesakan

a. Aspek situasional, didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang saling

berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan

secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran orangorang

yang terlalu banyak, ruangan yang menjadi semakin sempit karena

kehadiran orang baru ataupun kehabisan ide.

b. Aspek emosional, menunjuk pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan

yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada

situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan tidak dapat dipungkiri,

namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak

dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.

c. Aspek perilakuan, kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar

seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan meninggalkan ruang, tetap bertahan.

namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata,

beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.

Solusi yang Dapat Dilakukan

Adaptasi diartikan sebagai kapasitas individu untuk mengatasi lingkungan,

yang merupakan proses tingkah laku umum yang didasarkan atas faktor-faktor

psikologis untuk melakukan antisipasi kemampuan melihat tuntutan di masa yang

akan datang (Altman dalam Gifford, 1980). Dengan demikian, adaptasi merupakan

tingkah laku yang melibatkan perencanaan agar dapat mengantisipasi suatu

peristiwa di masa yang akan datang. Pengertian adaptasi sering dibaurkan dengan

pengertian penyesuaian. Adaptasi merupakan perubahan respon pada situasi,

sedangkan penyesuaian merupakan perubahan stimulus itu sendiri. Misalnya dalam

menghadapi air yang panas, penyesuaian diri dilakukan dengan memasukkan tangan

yang diselimuti kaos tangan, tetapi ketika orang melakukan adaptasi, orang berlatih

memasukkan tangan ke tempat air panas yang dimulai dari suku terrendah yang

2002 digitized by USU digital library 8

mampu memasukinya dan kemudian secara bertahap dinaikkan suhu air tersebut

(Sonnenfelt, 1966 dalam Baum et al, 1978) (Helmi, 1994)..

Tujuan adaptasi dikatakan Berry (Altman et al., 1985) untuk mengurangi

disonansi dalam suatu system, yaitu meningkatkan harmoni serangkaian variable

yang berinteraksi. Jika dikaitkan dengan interaksi manusia-lingkungan, disonansi

dalam suatu system dapat diartikan ada ketidakseimbangan transaksi antara

lingkungan dan manusia. Salah satu bentuk ketidakseimbangan tersebut adalah

tuntutan lingkungan yang melebihi kapasitas manusia untuk mengatasinya.

Salah satu upaya mencapai keseimbangan adalah melakukan pembiasaan

terhadap stimulus yang datang secara konstan, sehingga kekuatan stimulus

melemah (Heimstra & McFarling, 1978; Bell et al., dalam Gustinawati, 1990). Inilah

yang disebut adaptasi. Orang dikatakan mampu beradaptasi secara efektif jika dalam

situasi yang menekan, terjadi keseimbangan, baik dalam aspek psikis maupun fisik.

Indikator strategi adaptasi yang efektif dalam situasi kepadatan sosial yang tinggi

dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek kesesakan (crowding), aspek kemampuan

konsentrasi, dan aspek tekanan darah (arousal). Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa adaptasi dalam situasi kepadatan sosial tinggi dilakukan dengan cara

membiasakan diri dalam situasi kepadatan sosial tinggi sampai dicapai kondisi yang

seimbang, yang tercermin dari rendahnya kesesakan, kemampuan berkonsentrasi,

dan tidak terjadi arousal.

Teori Kesesakan

A. Teori-Teori kesesakan
1. Teoari Beban Stimulus
Kesesakan akan terjadi bila stimulus yang diterima individu terlalu banyak (melebihi kapasitas kognitifnya) sehingga timbul kegagalan dalam memproses stimulus atau info dari lingkungan.
Menurut Keating, Stimulus adalah hadirnya banyak orang dan aspek-aspek interaksinya, kondisi lingkunga fisik yang menyebabkan kepadatan social. Informasi yang berlebihan dapat terjadi karena :
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
2. Teori Ekologi
Membahas kesesakan dari sudut proses social
a. Menurut Micklin :
Sifat-sifat umum model pada ekologi manusia :
1. Teori ekologi perilaku : Fokus pada hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan.
2. Unit analisisnya : Kelompok social, bukan individu dan organisasi social memegang peranan penting
3. Menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial
b. Menurut Wicker :
Teori Manning : Kesesakan tidak dapat dipisahkan dari factor setting dimana hal itu terjadi.
3. Teori Kendala Perilaku
Kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.Kesesakan akan terjadi bila system regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif lebih banyak kontak social yang tidak diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang butuh energy fisik maupun psikis, guna mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.

 

Daftar Pustaka

Click to access Skripsi_V3.pdf

http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-hasnida2.pd

 

Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya, norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi atau nasrani atau majusi”.

Perlu ditekankan bahwa lingkungan tidak seratus persen mempengaruhi manusia, karena Allah menciptakan manusia disertai dengan adanya ikhtiar dan hak pilih. Dengan ikhtiarnya, manusia bisa mengubah nasibnya sendiri. Dalam tulisan ini penulis ingin mencoba mengkaji peran lingkungan keluarga dalam pembentukan pribadi seseorang. Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang dan ia berperan dalam menyiapkan fasilitas-fasilitas atau bahkan menghambat seseorang dari pertumbuhan.Lingkungan jika dihadapkan dengan genetik ia adalah faktor luar yang berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan kepribadian seseorang baik itu faktor-faktor lingkungan pra kelahiran atau pasca kelahiran yang mencakup lingkungan alam, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah lingkungan sosial yang di dalamnya terdapat lingkungan keluarga yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak dan faktor-faktor di dalamnya yang memiliki andil besar dalam pembentukan kepribadian tersebut yang tentunya tidak terlepas dari peran keluarga.

Pentingnya lingkungan

Lingkungan sosial manusia adalah faktor penting dalam pembentukan ciri khas kejiwaan dan norma manusia, bahasa dan adab serta kearifan lokal. agama dan mazhablah pada umumnya yang memaksakan lingkungan sosial terhadap manusia.

Syahid Mutahhari berkata, “manusia meskipun ia tidak bisa memisahkan hubungannya dengan genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial dan sejarah zaman secara keseluruhan, akan tetapi ia mampu melawannya sehingga bisa membebaskan dirinya dari ikatan faktor-faktor ini. Dari satu sisi manusia dengan kekuatan akal dan ilmunya dan dari sisi lain dengan kekuatan ikhtiar dan imamnya ia mampu melakukan perubahan pada faktor-faktor ini. Faktor-faktor ini ia rubah sesuai dengan kemauannya, sehingga ia menjadi pemilik bagi nasibnya sendiri.oleh karena itu benar kalau kita katakan bahwasanya lingkungan memiliki peran mendasar dalam pembentukan kepribadian manusia akan tetapi bukan faktor penentu yang pasti karena manusia memiliki ikhtiar.

Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini belum diketahui.

Konteks asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat. Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah  kepribadian kepada masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.

Definisi kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.

Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.

Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran  yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang  baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Contoh Kasus Hubungan Lingkungan dengan Kepribadian :

Dalam lingkungan sekolah terdapat beberapa kelompok yang dapat membuat kepribadian yang berbeda-beda, sebagai contoh seorang anak yang lebih memilih teman bermain yang memiliki kepribadian yang malas belajar, dengan sering berinteraksi dengan temannya tersebut  maka perilaku anak tersebut akan membentuk kepribadiannya secara bertahap serta memberikan arah dan menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi lingkungan yang dilaluinya secara bersama-sama dengan teman bermainnya.

 

Psikologi Kelompok

Posted: October 31, 2010 in Psikologi kelompok

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah tentang Psikologi Kelompok. Dibuat sebagai tugas semester untuk menambah dan mengisi nilai tugas kami pada akhir  semester. Makalah ini disusun berdasarkan informasi dan data yang kami dapat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dan dimanfaatkan sebagai sumber informasi.
Kami menyadari atas kekurang sempurnaan makalah ini. Suatu kehormatan apabila para pembaca yang budiman memberi saran dan kritik yang bersifat membangun.
Terima kasih.

Bekasi,  Oktober 2010

JURNAL I
KONFLIK ANTAR SUKU DI INDONESIA

Yang Diteliti
Konflik antar suku yang terjadi di Indonesia

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang diperkaya juga oleh keanekaragaman kebudayaan. Keanekaragaman yang ada ditandai dengan tampaknya perbedaan suku bangsa atau etnis, budaya,bahasa, dan keyakinan agama. Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia menjadi satu dilemma yang cukup menantang sekaligus membanggakan. Pada satu sisi, kekayaan budaya dari berbagai etnis yang ada menjadi kemajemukan budaya yang bernilai tinggi,namun disisi lainnya pluralitas kultural tersebut memiliki potensi sebagai pemicu disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural sering kali menjadi salah satu pemicu munculnya konflik ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Konflik suku bangsa (etnis),agama, ras dan antar golongan (SARA) sebenarnya tidak murni karena hal tersebut dan pada dasarnya berawal dari hal-hal lain, baik karena ekonomi,ketidakadilan sosial, politik, salah paham, dan faktor lainnya. Munculnya konflik pribumi dan non-pribumi diawali dari perbedaan antara etnis setempat dengan etnis pendatang. Hal ini dialami Indonesia sejak masuknya masa kolonial Portugis, Spanyol dan Belanda. Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh J.S.Furnivall (1948). Furnivall merumuskan konsep masyarakat majemuk yang berasal dari temuan hasil penelitiannya di Indonesia. Menurutnya masyarakat Indonesia terbagi atas tiga lapisan:
1. Bangsa-bangsa Eropa menempati urutan teratas dalam stratifikasi masyarakat.
2. Bangsa-bangsa Asia (Cina, Arab, dan India) berada diurutan berikutnya.
3. Dan lapisan terbawah adalah kaum pribumi
Konsep masyarakat majemuk yang dirumuskan oleh Furnivall tersebut merujuk pada pengertian sebuah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain dalam kesatuan politik. Pada masa penelitian Furnivall, konsep masyarakat majemuk diteliti pada masa kolonial Belanda di Indonesia. pembauran yang terjadi sangat sulit sehingga kaum pendatang dalam hal ini kolonial Belanda lebih mendominasi dan lebih berkuasa. Dalam konsep masyarakat majemuk, J.S. Furnival melihat dari studi kasusnya di Indonesia bahwa masyarakat pribumi adalah masyarakat yang tertindas atau pada sistem stratifikasi sosial, merupakan lapisan masyarakat paling bawah. Masyarakat pribumi atau penduduk setempat asli daerah jajahan bangsa kolonial masyarakat yang menjadi lapisan terbawah pada saat itu dikarenakan masyarakat pribumi menjadi subjek dari penindasan bangsa Belanda. Mulai dari saat itu, saat pendatang memasuki daerah Indonesia, masyarakat Indonesia-lah yang disebut pribumi dan sebaliknya para pendatang disebut non-pribumi. J.S.Furnival membedakan bahwa diluar bangsa Indonesia adalah merupakan non-pribumi, yakni bangsa Eropa dan bangsa Asia yang terdapat di Indonesia seperti etnis Tionghoa, etnis India, etnis Arab, dan etnis lainnya yang masuk ke Indonesia. Di samping itu J.S. Furnival juga menggambarkan stratifikasi sosial ke dalam bentuk piramida sebagai berikut :
a. Lapisan atas, orang kulit putih, Belanda yang bekerja di perkebunan dan pemerintahan
b. Lapisan menengah, yaitu kelompok keturunan Asia atau Timur Asing,khususnya etnis Tionghoa yang menguasai perdagangan
c. Lapisan Menengah ke bawah, kaum priyayi, dan pamong praja
d. Lapisan bawah, yaitu rakyat atau penduduk pribumi.

Tampak jelas stratifikasi sosial yang terjadi dimana yang dimaksud masyarakat pribumi dan masyarakat non-pribumi. Hal ini tidak jauh dengan apa yang dimaksud dengan masyarakat pribumi pada masa modern yang pada dasarnya masyarakat pribumi adalah diluar dari etnis-etnis yang ada di Indonesia atau seperti yang dikategorikan diatas. Pada dasarnya istilah pribumi sendiri tidak diketahui lebih pasti kapan munculnya, yang pasti pada masa kolonial Belanda istilah pribumi dan non-pribumi telah akrab disebut pada masyarakat Indonesia pada masa itu. Ditinjau dari segi pengertian kamus Indonesia bahwa pribumi memiliki arti sebagai penghuni asli dari tempat keberadaan yang bersangkutan. Sedangkan non-pribumi berarti yang bukan pribumi atau penduduk asli suatu negara. Dari makna tersebut, pribumi berarti penduduk yang asli (lahir, tumbuh, dan berkembang) berasal dari tempat negara tersebut berada. Dalam hal ini terkait negara Indonesia, anak dari orang tua yang lahir dan berkembang di Indonesia adalah orang pribumi, meskipun sang kakek dan nenek adalah orang asing.
Ditinjau dari sudut pandang masyarakat Indonesia, pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia dari salah satu suku asli Indonesia. Sebaliknya yang disebut non-pribumi adalah kebalikan dari makna pribumi dan cenderung diklasifikasikan berdasarkan warna kulit mereka. Contoh dari objek yang dimaksud yaitu etnis Tionghoa, Arab, India, bangsa Eropa dan lain-lain. Penggolongan pribumi dan non-pribumi muncul sebagai akibat adanya perbedaan mendasar (diskriminasi) terutama pada perlakuan oleh penguasa rezim yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah pemerintahan otoriter, penjajah dan kroninya ataupun nasionalisme yang sempit. Contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia berketurunan Belanda akan mendapat pelayanan kelas wahid, sedangkan golongan pengusaha/pedagang mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan sebagai kelas rendah (“kasta sudra”). Masalah siapa yang pribumi dan non-pribumi selalu dipertanyakan ketika menyangkut etnis, dan ras. Hal tersebut juga menjadi pembatas untuk hak dan kewajiban yang pada akhirnya bertentangan dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia seperti yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945. Sadar atau tidak sadar bahwa sebenarnya semua penduduk Indonesia sekarang ini secara antropologis merupakan non-pribumi, dalam arti bukan asli dari Indonesia. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh antropolog senior Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Josef Glinka SVD, dalam seminar Man: Past, Present, and Future 2. Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa konflik muncul karena adanya perbedaan unsur SARA yang otomatis membuat cara pandang yang berbeda terhadap segala sesuatu. Tindakan yang timbul dari konflik tersebut pada akhirnya sampai pada tingkat tinggi, yaitu eksterminasi yang diaplikasikan seperti menghukum tanpa peradilan (lynching), pembunuhan massal yang terorganisasi (pogrom), pembunuhan besar-besaran (massacre) dan pemusnahan terhadap kelompok etnis tertentu (genocide).
Di Indonesia sendiri sendiri contoh dari peristiwa bentuk eksterminasi tersebut mungkin masih dapat di ingat kembali peristiwa Sanggau Ledo, Sambas, Sampit yang dikenal dengan konflik antar etnis Dayak/Melayu dengan Madura, kemudian adanya peristiwa Ambon dan Poso yang berlatar-belakangkan masalah agama dan peristiwa Mei 1998, yakni konflik paling ekstrim di mana konflik politik yang berimbas pada sentimen etnis Tionghoa dan peristiwa tersebut hampir saja menjadi peristiwa genocide ketiga di dunia. Hal ini merupakan perwujudan masyarakat multikultur secara sosiologis dan demografis. Setiap lapisan masyarakat membuat identitas mereka dan pada kondisi tertentu mereka akan menentukan ke dalam ingroup dan outgroup atau dalam arti luasnya menggolongkan bagi mereka siapa pribumi yang berhak atas tempat keberadaan mereka dan siapa non-pribumi sebagai pendatang. Hal ekstrim dalam suatu negara pun dapat terjadi berupa perpecahan atau disintegrasi.

Metode yang Digunakan
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Deskriptif, yaitu analisis masalah dengan pengumpulan data melalui Studi Pustaka (library research) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa cetak maupun media massa elektronik serta data-data tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Pengujian
Hasil data diuji dengan menggunakan teori dari J.S. Furnival, Roger H. Soltau, Soepomo, Hegelian, Spinoza dan Adam Muller.

Hasil
Sebagai bangsa yang multietnis dengan berbagai kebudayaan yang dimiliki, kecenderungan adanya konflik antaretnis dapat menghancurkan cita-cita integritas nasional yang dicita-citakan oleh Indonesia sejak dari awal. Maurice Duverger menyatakan bahwa konflik dan integrasi bukan seharusnya dua kontradiktif di dalam politik, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Fungsi negara dan pemerintah dalam menjaga integritas nasional merupakan satu hal yang harus dijalankan oleh pemerintah. Hal ini dapat ditandai dengan jaminan bagi setiap warga negara baik mayoritas maupun minoritas. Disamping itu berdasarkan Undang-Undang RI setiap warga negara telah memberi jaminan namun tidak harus lepas tangan. Misalnya kepada etnis Tionghoa yang merupakan salah satu etnis yang dimiliki Indonesia cenderung masih ragu dalam melaksanakan hak politik mereka. Rendahnya tingkat partisipasi aktif politik mereka disetiap wilayah menjadi bukti. Disamping itu setiap pengurusan bidang administrasi masih ada pemisahan yang dilakukan oleh birokrasi, dalam hal partisiapasi politik masih adanya streotip pribumi dan non-pribumi yang selalu mengenai etnis Tionghoa. Dalam hal ini pemerintah perlu mengkaji kembali cita-cita integrasi nasional yang terdahulu. Masalah seperti ini dapat menjadi pemicu terciptanya disintegrasi nasional.

JURNAL II
PEMBELAJARAN SENI TARI BAGI SISWA TUNA RUNGU

Yang Diteliti
Cara guru mengajarkan seni tari kepada siswa tuna rungu.

Latar Belakang
Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan itu tidak dibeda-bedakan menurut jenis kelamin, status sosial, letak geografis, agama, dan keadaan fisik dan mental seseorang. Anak berkelainan meskipun dalam jumlah yang sedikit, mempunyai hak yang sama pula untuk memperoleh pendidikan guna meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan lulusan sekolah dasar. Pendidikan anak berkelainan dikelola oleh sekolah-sekolah luar biasa yang disesuaikan dengan jenis kelamin. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental, agar mampu mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja. Tuna rungu merupakan salah satu dari sekian anak berkelainan yaitu mereka yang kehilangan daya pendengarannya. Akibat kehilangan daya pendengarannya ini, maka anak tuna rungu mengalami kesulitan dan hambatan dalam bersosialisasi di masyarakat. Pendengaran merupakan indera yang dipergunakan oleh anak yang berkembang secara normal untuk mengasimilasi pola-pola komunikasi dari masyarakat sebagai komunitas bahasanya.
Kekurangan dalam indera pendengaran dan ketiadaan pendidikan kompensatoris (pengganti) akan menyebabkan seorang anak yang tumbuh tuli secara bisu, tidak mampu berperan secara independent dalam masyarakat dewasa. Dengan memberikan pendidikan seseorang tuna rungu dapat menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat pula berfungsi dengan sukses sebagai individu yang independent atau mandiri. SLB (sekolah luar biasa) Bagaskara Sragen merupakan salah satu sekolah luar biasa bagian B, yang ada di Sragen yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak tuna rungu atau tuli. SLB Bagaskara Sragen diperuntukkan untuk anak-anak baik putra maupun putri yang memiliki kelainan atau kecacatan (tuna rungu) dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah umum. Program pengajaran di SLB Bagaskara Sragen mengacu pada kurikulum, isi mana materi pembelajarannya tidak jauh berbeda dan diupayakan sama dengan materi pembelajaran di sekolah dasar biasa. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu dimodifikasikan seperti yang menyangkut teknik penyampaian materi pelajaran, serta metode mengajar yang digunakan oleh tenaga pengajar.
Proses belajar mengajar pada anak tuna rungu berbeda dengan kelas anak-anak normal, karena anak cacat (tuna rungu) perlu cara khusus dalam mengajar dan mendidik, biasanya dalam bentuk kelas kecil. Seorang guru hanya berhadapan dengan 4-10 orang anak supaya guru lebih berkonsentrasi dan terarah, sebab anak-anak cacat tuna rungu memerlukan perhatian khusus. Seni tari merupakan salah satu pelajaran yang diberikan dari berbagai pelajaran yang ada di SLB Bagaskara Sragen. Dengan adanya pelajaran seni tari yang diberikan, diharapkan siswa SLB Bagaskara senang dalam pelajaran kesenian dan dapat mendukung pelajaran umum diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan keadaan fisik peserta didik. Dalam pemberian materi ataupun praktik seni tari dipilih tarian yang sederhana atau ragam geraknya tidak terlalu sulit dan banyak pengulangan supaya anak dapat dengan mudah mengingat dan menghafal. Mengingat keterbatasan mental dan fisik tersebut, maka materi yang diberikan pada anak-anak tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen cenderung pada tari kreasi sebagai contoh tari Merak, Kelinci, Piring dan tidak menutup kemungkinan sesekali diberikan tari klasik misal Bondan Tani.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari di SLB Bagaskara Sragen bisa berjalan dengan baik, hal ini karena didukung dengan sikap siswa yang sangat antusias dalam belajar, ketertiban dalam mengikuti pelajaran, selain itu juga faktor utama dari guru yang bisa menerapkan metode yang tepat bagi siswa tuna rungu. Wujud kongkret keberhasilan ini adalah mengadakan pentas setiap acara perpisahan dan bila ada kunjungan dari pemerintah yang sifatnya resmi. Keberhasilan dalam pembelajaran tari didukung dengan adanya bakat serta kemauan siswa dalam bidang tari. Kemampuan anak dalam melakukan gerak tari tidak kalah dengan anak-anak normal pada umumnya misalnya: keluwesan, kelincahan, hafalan hanya mereka terhambat dalam pendengaran yaitu iringan tari. Namun demikian Materi seni tari yang proses pembelajaran tari di SLB Bagaskara Sragen adalah berhasil, karena meskipun anak cacat dapat menguasai sebagaimana anak yang normal.

Metode Yang Digunakan
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif artinya prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dan orang-orang atau subyek itu sendiri (Furchan 1992:21).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Teknik Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti. Observasi diartikan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidik (Hendrarto 1987:76). Teknik observasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang lebih, diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian, langsung ditempat dimana suatu peristiwa, keadaan dan situasi yang sedang terjadi. Adapun aspek-aspek yang diobservasi dalam penelitian ini adalah: Kondisi fisik SLB BAGASKARA Sragen dan Proses pembelajaran tari bagi anak-anak SLB Bagaskara Sragen. Observasi yang dilakukan untuk mengetahui dan mengamati kegiatan belajar seni tari di lingkungan sekolah dengan menggunakan alat bantu berupa kamera foto dan daftar cek.

Teknik Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 1999:64). Menurut Moleong (1990:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan diwawancarai dan yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pertanyaan dan narasumber Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan pembicaraan informal artinya pertanyaan yang diajukan tergantung pada wawancara dengan mempertimbangkan pokok-pokok yang akan dipertanyakan. Wawancara untuk memperoleh informasi dilaksanakan dengan melihat situasi dan kondisi guru-guru serta karyawan SLB Bagaskara Sragen, sehingga hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancarai berlangsung biasa dan wajar. Pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan pada kepala sekolah, guru-guru, guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali murid, dan siswa SLB Bagaskara Sragen. Wawancara yang dilakukan untuk mengungkap permasalahan yang dibahas yang mendalam antara lain :

a. Wawancara pada Kepala Sekolah
Sejarah berdirinya SLB Bagskara Sragen. Jumlah siswa, guru atau karyawan SLB Bagaskara Sragen. fasilitas yang dimiliki sekolah.
b. Wawancara pada guru tari
Kurikulum yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Prestasi yang pernah diraih. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya dalam bidang tari. Kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi siswa tuna rungu. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.
c. Wawancara pada guru-guru
Hubungan guru dengan siswa. Hubungan siswa dengan siswa. Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu. Tata tertip sekolah.
d. Wawancara pada wali murid
Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang seni tari. Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.
e. Wawancara pada murid
Hubungan siswa dengan siswa. Senangkah dengan pelajaran tari.
Teknik Dokumentasi
Goba dan Lincholn dalam Moleong (1990: 161) menyatakan bahwa teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang berupa pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa seperti sumber tertulis, film,data. Teknik dokumentasi ini dilaksanakan untuk memperoleh data sekunder guna melengkapi data yang belum ada, yang belum diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar pendidikan seni tari berupa satuan pelajaran, daftar siswa, kurikulum, daftar nilai, foto kegiatan di SLB Bagaskara Sragen.

HASIL
Kecacatan bukanlah suatu halangan untuk meraih prestasi tetapi justru mendorong dan memacu untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Prestasi yang pernah diraih SLB Bagaskara Sragen selama tiga tahun terakhir di bidang olah raga, patut dibanggakan karena mereka tidak kalah dengan anak-anak normal. Setiap lomba mereka tidak mau kalah, olah raga tenis meja yang paling menonjol dan disegani lawan.
Dalam bidang seni Kabupaten Sragen jarang sekali mengadakan lomba, sehingga SLB Bagaskara Sragen tidak memiliki tropi atau piala yang berhubungan dengan seni, walaupun tidak mempunyai tropi atau piala SLB Bagaskara juga pernah diundang untuk mengisi acara pentas tari dalam rangka hari ulang tahun Pramuka di Pendopo Rumah Dinas Bupati dan di gedung Korpri dalam rangka seminar tentang anak-anak Keberhasilan ini tidak semata-mata dari anak-anak tetapi juga berkat dedikasi guru yang membimbing dengan sabar, dukungan orang tua dan sarana dan prasarana yang sangat mendukung.

JURNAL III
A DEPICTION OF RACIAL INFLICTED PAIN

Yang Diteliti
Konflik antar etnis yang terjadi di Malaysia dan akibat yang ditimbulkan.

Latar Belakang
Malaysia adalah negara baru dengan masyarakat majemuk yang terdiri dari Melayu, Cina, India dan lainnya etnis minoritas. Negara ini mencapai kemerdekaan dari Inggris tahun 1957 setelah kolonialisme seperti banyak negara lain. Sejarah bangsa ini
dibentuk oleh pengalaman dalam satu atau lain cara. Dari tahun 1957 sampai 1969, negara baru dengan kelompok etnis yang beraneka ragam berjuang untuk menempa dirinya menjadi suatu bangsa. Pada tanggal 13, Mei 1969 terjadi Bentrokan berdarah antar ras. Konflik ras ini mengguncang negara dan bekas kiri sosial strain dan budaya konflik dalam hubungan ras yang masih ada sekarang meskipun telah merdeka selama hampir 53 tahun.
Pada tahun 1998, ada bentrokan rasial di Kampung Rawa di Penang. Pada tanggal 24 Maret 1998, dilaporkan dalam New Straits Times bahwa Pemerintah Negara telah memutuskan untuk barisan dari sebuah kuil Hindu di Jalan Kampung Rawa berikut ketegangan di antara penduduk. Pada tanggal 27 Maret 1998, New Straits Times melaporkan Penang Kapolri mengatakan Officer masalah yang bersangkutan kedekatan sebuah kuil Hindu ke masjid di Kampung Rawa Petani jalan.
Pada tahun 2001, negara itu diguncang oleh kerusuhan rasial di Kampung Medan jalan Klang Lama, Kuala Lumpur. Ketika kerusuhan rasial atau konflik pecah, cepat pemerintah memperkenalkan upaya untuk mendorong kesatuan yang lebih baik antara ras. Misalnya, sekarang Malaysia dapat menikmati `Open House ‘selama perayaan utama
perayaan seperti Hari Raya Idul Fitri (Idul Fitri), Tahun Baru Imlek, Deepavali dan Natal.
Ini dilakukan dalam skala besar oleh negara-negara yang dipilih berbeda di Malaysia. Perdana Menteri dan menteri kabinetnya berkumpul bersama dengan orang selama
perayaan. Idenya adalah untuk memungkinkan semua ras dari semua lapisan masyarakat untuk merayakan setiap festival. Mahathir Mohamad dalam sambutannya `Membangun Bangsa Malaysia ‘di upacara untuk Peluncuran Program pada Sosialisasi, di Pusat Perdagangan Dunia Putra, Kuala Lumpur, pada 1 Agustus 1988, mengatakan: “Kita tidak dapat menyangkal bahwa Malaysia adalah negara multi-ras. Pihak berwenang tidak memiliki niat memusnahkan identitas dari setiap perlombaan. Semua ras bebas untuk mengabadikan
mereka sendiri identitas di, agama bahasa dan budaya “. Baru-baru ini, pemerintah Malaysia memperkenalkan sebuah slogan baru untuk kesatuan etnis disebut 1 Malaysia. Ini adalah satu lagi ide baru untuk Malaysia kontemporer.
Cerita-cerita dianalisis menggunakan Pluralis Konflik Teori Turki. Nyeri digambarkan dalam cerita pendek sebagai contoh terjadinya konflik. Contoh ini adalah:
Konflik 1 – perjuangan sedang berlangsung dalam masyarakat yang heterogen (kejahatan dan penyimpangan)
Konflik 2 – Inter-kelompok perjuangan untuk dominasi dalam politik
Konflik 3 – reaksi negatif dari satu kelompok sebagai hasil dari diprovokasi oleh orang lain kelompok perilaku, makna kultural, dan signifikansi.

HASIL
Isu-isu dalam cerita-cerita merupakan konsekuensi dari masalah antar-ras. ras dikenakan untuk mencintai antar-ras, hubungan, perkenalan tetapi hal jantung tidak mudah terwujud. Ketidakpuasan kefanatikan, rasial dan kecurigaan blur upaya untuk menyatukan ras yang berbeda dalam ikatan perkawinan dan orang-orang yang tidak bersalah menderita sangat. Melayu muda berpendidikan merasa konflik saat mereka menonton mereka tidak berpendidikan orang dirampas kehidupan yang lebih baik dan mereka bertekad untuk melihat orang-orang mereka menarik melalui kemiskinan. Mereka menunjukkan rasa iri dan dengki dari ras lain yang banyak manfaat hidup di negeri ini sementara mereka terus menderita dalam kesulitan. Mereka bercita-cita kehidupan setelah lebih baik dan lebih tinggi pendidikan untuk orang Melayu mereka.
Konflik yang dialami oleh etnis kelompok selama tahun-tahun awal kemerdekaan meniup proporsi ketika mereka aspirasi ekonomi dan sosial terus-menerus tidak terpenuhi. Ada banyak kecurigaan dan kebencian rasial yang benar-benar mengarah pada kerusuhan rasial tahun 1969.Pembangunan bangsa dan nasional identitas terus tak terjangkau dan kabur oleh kekacauan di negara baru. The intensitas konflik dirasakan oleh ras mengancam upaya pembangunan bangsa dan pembentukan identitas. Konflik adalah siklus dan mereka terus eksis di kontemporer Malaysia. Jika tanpa pengawasan, bangsa dan pembentukan identitas terbantahkan akan beresiko. konflik dialami oleh orang-orang dalam panci mencair bukti menawarkan suara ras terkait masalah yang menghalangi pembentukan bangsa dan identitas nasional. Ini sakit ditimbulkan rasial harus diperlakukan sesegera mungkin.

JURNAL IV
POPULATION DYNAMICS IN LATIN AMERICA

Yang Diteliti

Dinamika populasi yang terjadi di negara-negara Amerika Latin.

Latar Belakang

Amerika Latin mengalami ledakan pertumbuhan penduduk di tengah abad ke-20
sebagai dua tren demografi converged: tingkat kelahiran tinggi dan cepat
penurunan tingkat kematian. Dengan pertumbuhan tahunan mencapai 2,8 persen pada 1960-an, populasi Amerika Latin tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan apapun di kawasan dunia lainnya kecuali Afrika. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, kecepatan pertumbuhan melambat setelah tahun 1970.

Sementara beberapa negara di Latin Amerika menyambut tambahan populasi penduduk sebagai cara untuk membantu mereka yang berada di daerah pedalaman yang jarang penduduknya, sebagian besar dari pertumbuhan terkonsentrasi di
wilayah perkotaan. Penduduk daerah sedang berubah dari yang sangat pedesaan untuk predominantly perkotaan.
Pada tahun 2000, tiga perempat Latin Amerika tinggal di daerah perkotaan, dengan
pertumbuhan yang paling kuat di antara kota menengah daripada kota tua seperti Buenos Aires, Sao Paulo, dan Kota Meksiko. Penduduk Amerika Latin tiga kali lipat antara tahun 1950 dan 2000, meskipun cepat penurunan tingkat kelahiran. Abad ke-21 akan melihat tingkat kelahiran yang lebih rendah dan pertumbuhan lambat.
Di Amerika Utara Banyak yang tidak menyadari demografis etnis besar dan sosial keanekaragaman Amerika Latin atau dari politik yang berbeda dan struktur ekonomi ditemukan di wilayah. Sementara sebagian besar Amerika Latin berbicara Spanyol, misalnya, Bolivia,Ekuador, Guatemala, Meksiko, dan Buletin ini mengkaji Penduduk
utama demografis tren dalam bahasa Latin Amerika selama paruh kedua abad ke-20 dan menyoroti demografis variasi antara Latin American negara. Buletin juga mempertimbangkan hubungan antara demografi dan sosial ekonomi proses di wilayah tersebut. Buletin berfokus pada 18 negara berbahasa-Spanyol mencoba dari Belahan Barat, ditambah Brazil dan Haiti.

Keragaman Etnis dan Ras di Amerika Latin
Amerika Latin adalah campuran dari berbagai bangsa seperti Eropa, Afrika, dan pribumi atau budaya Amerindian, yang mencerminkan tiga kelompok populasi utama yang telah tinggal di sana selama 500 tahun terakhir. Meskipun budaya yang dominan dan struktur politik terutama Eropa, hanya tiga negara-Argentina, Uruguay, dan Kosta Rika-memiliki pre-dominan populasi Eropa. Di negara-negara Amerika Latin lainnya,populasi adalah campuran dari tiga kelompok asli sering digambarkan seperti istilah sebagai mestizo (campuran Amer-
indian dan keturunan Eropa) dan blasteran (campuran Afrika dan Eropa keturunan).Pengaruh Amerindian tersebar di Amerika Selatan. Jutaan Amerindian berbahasa Quechua hidup di negara-negara Andean Selatan Amerika, terutama di Bolivia, Peru, dan Ekuador. Pada tahun 1975, Peru mengadopsi Quechua sebagai bahasa resmi kedua-
(setelah Spanyol), kesaksian pentingnya lanjutan dari adat budaya. Banyak adat
Bolivia, terutama di sekitar Danau Titi- caca, berbicara Aymara. Timur Andes, Paraguay, atau “tempat air besar” dalam bahasa Guarani. Guarani-Paraguay bahasa kedua digunakan secara luas di antara semua kelas sosial. Populasi
reaksi yang diharapkan dari Kolombia dan Venezuela juga cenderung mestizo, namun dengan besar minoritas keturunan Eropa di kota-kota besar dan sejumlah besar kulit hitam dan mulato di sepanjang pantai. Brasil Amerika Latin terbesar dan negara yang paling banyak penduduknya, melainkan juga salah satu yang paling beragam. Pada zaman kolonial, Portugis membawa sejumlah budak Afrika untuk bekerja pada perkebunan tebu di Brasil timur laut.Brazil-ian negara dari Bahía menjadi jantung budaya Afro-Brasil, di mana Euro-Pean dan Afrika agama dan budaya dicampur. budaya Afrika ini tercermin dalam Bahía’s seni, musik, agama, dan makanan. Praktek Candomblé, seorang Afro-Brasil agama, adalah sebagai terlihat sebagai praktek Kristen di wilayah tersebut. Amerika Tengah dan Meksiko juga budaya dan ras yang beragam. Populasi meksiko adalah sebagian besar mestizo, namun
masyarakat adat masih berada didataran tinggi pusat, Yucatán penin-sula, dan di selatan dataran tinggi Chiapas dan Oaxaca. Jutaan orang berbicara salah satu indige 20 atau lebih-
bahasa nous masih dituturkan di seluruh Meksiko. Nahuatl, Maya, Mixtec, Zapotec, dan Tarascan antara paling banyak digunakan di negara berbahasa Amerindian.Nahuatl, yang berbahasa kekaisaran Aztek yang dihancurkan oleh penjajah Spanyol di abad ke-16, masih terdengar sampai hari ini di Meksiko di negara bagian Puebla, Veracruz,Hidalgo, dan Guerrero. Kata Inggris seperti tomat, coklat, alpukat, dan coyote berasal dari Nahuatl. Sejumlah besar berbahasa Maya Meksiko tinggal di semenanjung Yucatán dan dataran tinggi Chiapas di selatan Meksiko dan Guatemala. Guatemala suatu populasi yang didominasi Amerindian, terutama di daerah pedesaan.  Di Guatemala Amerindian yang mengadopsi kehidupan gaya perkotaan dan berbicara Spanyol dikenal sebagai ladinos-istilah yang sama digunakan untuk perkotaan Guatemala keturunan Eropa.
Sedangkan definisi ras tidak jelas di Amerika Latin,sebenarnya ada perbedaan ekonomi antara beberapa kelompok. Di Guatemala, 87 persen dari penduduk asli tinggal
di bawah garis kemiskinan pada akhir 1990-an,dibandingkan dengan 66 persen dari total populasi Guatemala. Di Meksiko, 82 persen penduduk pribumi miskin,dibandingkan dengan 23 persen dari populasi seluruhnya. Sebuah studi di Brasil menemukan bahwa
setidaknya seperempat dari kulit hitam, mulato,dan masyarakat adat berada di garis kemiskinan. Sementara hanya 13 persen kulit putih dan 8 persen dari Asia berada di kelompok terendah. Sebaliknya, 59 persen dari Asia dan 28 persen kulit putih di Brazil berada di urutan teratas dalam hal pendapatan.

Yang Diujikan
Hasil data diuji berdasarkan riset berupa skala dan tabel pertumbuhan penduduk negara-negara Amerika Latin dari tahun ke tahun.

DAFTAR PUSTAKA
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:D55Oen9qjFAJ:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18476/5/Chapter%2520I.pdf+skripsi+tentang+konflik+antar+suku.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShZSlKNSp_pMZbz_pz3kFp2RlcAusdXgXFsa_jMwJdVhbu09GhTjwyhogPCBqRNNp3OkczRwLnc6V8M0bd-_okxV-4mYK32gfVCqi5WlNm55X2ylHBitxOHz-DAerFYFFkaevcN&sig=AHIEtbSzHqXTIEyS7kju4zU2W6upXd6Sxg

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:qFyLlcABzxkJ:digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0840/4e908b94.dir/doc.pdf+skripsi+tentang+kelompok+anak+tuna+rungu.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESiX3MUcYXF7hf-g_ntlPgbO5wNufVQjySsxYYguYNwC_-kOlWwdDTvAM-n9IJfqYepv8SElFOAYjq9vxgoR-rYfPOzlLpGd-xxqqdVGsnlDQgzSPYjYnWPDS612_h7JK9d4TwkB&sig=AHIEtbSZbvHrSS8xruD1BpdHbYIhqj7QEQ

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ie76uvuDgNoJ:www.prb.org/source/58.1populdynamicslatinamer.pdf+conflict+between+afro+america+and+original+america.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESiYpZeUGTBSgRJWYE5fv8tUfrD1bjRiSd997QRD-MXoCAVMh3eqo0cAqk8mPqxFxfPrfu10ge-S1_YpyslMYIF8bTWhs6sfmY-6aNNjMDdTiFHVovHLbOw8f35EVDBLC36K2HD4&sig=AHIEtbQhB7aMl3WqFjhSpoz8t2YUO87uZg

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:lvKXSnEqPOIJ:www.inter-disciplinary.net/wp-content/uploads/2010/01/isapaper.pdf+inter-racial+conflict.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShZXlC6ysI1-2uJzqPH_Y1uiUssjD1syd1P1j54_m3grkxi_MMDnxV81MMEhuBH1T4ry01ZENWPYFR_ws6O5XGmDGt7-LthMNyPuWogXXgKcg2Ln_l3hTeKTFIesLWxvrlEOEOF&sig=AHIEtbQfVazY_Wj6ubb3qKR-ii794mTaeQ

Nama Anggota Kelompok:
1.  Bunga .P
2. Dhaniar Y
3. Elrida .N
4. Giovvani A.K
5..Nia Tri. Y

Lembaga Badan Hukum
Berawal dari ide yang akhirnya didirikan pada 19 Desember 2007 bahwa setiap anggota masyarakat memiliki potensi penuh untuk turut berpartisipasi aktif mewujudkan Negara hukum yang demokratis, dengan cara menyediakan layanan bantuan hokum kepada masyarakat yang kurang mampu dan marjinal, serta membangun sebuah system pengawasan hukum berbasiskan kepada komunitas di masyarakat.
Adapun visi dari LBH  yaitu terwujudnya partisipasi aktif dan solidaritas masyarakat dalam melakukan pembelaan dan bantuan hukum. Penegakan keadilan serta pemenuhan HAM.
Sedangkan misi dari LBH adalah mengembangkan potensi hukum yang dimiliki oleh masyarakat untuk secara mandiri dapat melakukan gerakan bantuan hukum serta penyadaran hak-hak warga Negara sendiri  dan untuk masyarakat.

Ada 3 program utama dari LBH yaitu:
Pemberdayaan hukum masyarakat melalui pendidikan hukum, penyadaran hak-hak masyarakat, pemberian informasi mengenai hukum dan hak-hak masyarakat serta pelatihan-pelatihan bantuan hukum bagi masyarakat.
Advokasi khusus dan kebijakan publik.
Penelitian permasalahan.

Dewan Pengurus LBH:
Ketua    : Taufik Basari S.H.,S.Hum.,LL.M
Wakil Ketua : 1. Misbachudin Gasma S.H
2. Fenta Peturun S.IP
Sekertaris Umum : Ori Rachman S.H
Bendahara : Rito Novela S.E
Anggota : T.M Luthfi

Badan Pekerja LBH:
Direktur Program: Ricky Gunawan S.H
Direktur Pemberdayaan Hukum Masyarakat dan Penanganan Kasus: Dhoho Ali Sastro S.H
Direktur Penelitian dan Pengembangan: Dr. Andri G. Wibisana S.H.,LL.M

Ciri penderita gangguan kecemasan antara lain:
Ciri Fisik :
1. Gelisah
2. Berkeringat
3. Jantung berdegup kencang
4. Ada sensasi tali yang
mengikat erat pada kepala
5. Gemetar
6. Sering buang air kecil
Ciri Perilaku :
1. Perilaku menghindar
2. Perilaku dependen

Ciri Kognitif
1. Merasa tidak bisa
mengendalikan semua
2. Merasa ingin melarikan
diri dari tempat tersebut
3. Serasa ingin mati

Tanda-tanda Awal

Posted: June 4, 2010 in Tanda-Tanda awal

Umumnya tanda tanda kegagapan terlihat pada usia 2 tahun atau pada saat anak mulai merangkai kata kata menjadi suatu kalimat. Sering kali orang tua merasa jengkel dengan kegagapan anak, tetapi hal ini merupakan hal yang umum ditemeui saat anak masih dalam tahap perkembangan berbicara. Kesabran merupakan sikap yang paling penting bagi orang tua kepada anak dalam tahap ini.